MEANING OF LIFE, JOURNEY, TRAVELLING AND HAPPINESS

Senin, 30 Juli 2018

Beragam Rasa Menemani Ortu Berangkat Haji

Hasil gambar untuk ibadah haji
Foto : Google

Pergi ke tanah suci. Ada rasa tak biasa muncul ketika orang tua akan pergi ke tanah suci beberapa hari yang lalu. Alhamdulillah jadwal keberangkatan Ibu Bapak dan Mamah hanya berselang 2 hari. Banyak rasa yang hadir silih berganti sampai rasa rasa yang bersamaan hadir tanpa permisi. Rasa cemas, takut, tegang, bahagia dan sejuta pikiran negatif setelahnya. Ada beberapa pertanyaan yang sulit aku kelola didalam diri, seperti pertanyaan "Bagaimana jika aku tidak bisa bertemu dengan mereka kembali?" dan "Bagaimana jika mereka sakit?" atau "Bagaimana jika mereka tidak diperlakukan dengan baik disana? secara fasilitas dan lingkungan?" lalu "Siapa yang akan membela?" Dan bagaimana jika....yang lainnya. Kekhawatiran yang berlebih yang belum tentu terjadi. Apakah wajar seorang anak memiliki kekhawatiran yang demikian terhadap orangtuanya yang akan berangkat haji?

Selama aku hidup, aku jarang sekali membiarkan orangtua ku pergi jauh seorang diri atau tanpa diantar. Ya, kecuali Mamah yang memang sering pergi dinas dari kantornya ke luar kota. Waktu kemarin nge-trip bareng orangtua ke Bali aja, aku heboh banget prepare sebelum perjalanan. Dimana semua hal harus tersusun dan terencana dengan rapih serta detail. Dari jam pesawat landing dan take off, destinasi yang cocok untuk orang tua, itinerary yang engga mepet, pilihan hotel bahkan makanan yang akan dimakan. Rasanya kaya jadi orang pertama yang akan bertanggung jawab gitu atas puas/tidaknya mereka selama ngetrip. Mau tau ke-riweuhan campur aduk dengan keseruan selama nge-trip di Bali? Coba baca tulisannya disini.

Tapi dari semua perasaan yang muncul, terlintas pikiran bahwa aku tidak boleh egois. Mereka (orangtua ku) datang ke tanah suci atas undangan Allah. Untuk beribadah, untuk menetapkan rukun islam yang terakhir dan untuk makin mendekatkan diri dengan Sang Pencipta. Tidak semua atau bahkan sembarangan orang bisa kesana. Rasanya aku egois sekali dan tidak percaya sama kebesaran-Nya kalo terus menerus memiliki rasa khawatir yang berlebih. Belum lagi, semua yang aku miliki bahkan orang yang aku sayang sekalipun (baca:  orangtua) itu kepunyaan Allah. Diri ini,  raga ini, segala pencapaian di dunia ini, perasaan ini dan semuanya punya Allah. Allah  yang atur sedemikian rupa. Dan semua terjadi atas kehendak-Nya. Dalam situasi ini aku belajar untuk ikhlas. Ikhlas apapun yang akan terjadi disana. Sudah pasti calon jemaah haji memiliki tingkat ikhlas yang harusnya lebih tinggi dibandingkan keluarga yang ditinggalakan. Bagaimana calon jemaah haji bisa fokus beribadah di tanah suci. Tanpa memikirkan keluarga dan harta yang ditinggalkan, status sosial, kedudukan di pekerjaan dan urusan urusan duniawai lainnya. Ibadah haji bisa dikatakan sebagai perjalanan spiritual seseorang terhadap Tuhan Nya.

Rasa khawatir itu lama kelamaan pergi tanpa permisi. Aku pun bisa memandang lebih positif dalam kejadian ini. Seperti buku yang pernah aku baca, ternyata rasa itu hadir didalam hati bisa untuk menetap lama atau bahkan pergi sesuka hati. Dan itu semua tergantung otak atau diri kita sendiri bagaimana mengelolanya. Semoga semua dari diri ini bisa terus belajar peka terhadap rasa dan juga bisa ikhlas dalam setiap kondisi. Doakan juga orangtua ku disana diberi kesehatan lahir batin dalam melaksakan ibadah serta pulang ke Indonesia dalam keadaan sehat dan menjadi Haji Mabrur. Aamiin Allahumma Aamiin. Tidak lupa, semoga siapa yang memebaca blog ini serta aku secara pribadai, suatu hari bisa mengunjungi rumah Allah di tanah suci sana. Mengupgarde imam didalam diri yang sudah makin mengendor.

Semoga menginspirasi!

Jakarta, 30 Juli 2018
(tepat satu minggu setelah keberangkatan orangtua ke Haji)



1 komentar:

Ditunggu kritik dan sarannya ya agan agan!

Total Tayangan Halaman

NungaNungseu. Diberdayakan oleh Blogger.