Pernah kamu berpikir hidupmu baik
baik saja? Atau pernah kamu berpikir untuk bisa menawar takdir kepada Tuhan?
Aku kira, sehebat apapun orang itu tetap tidak bisa menawar takdir yang akan
terjadi pada dirinya sendiri.
Aku sedang
belajar bagaimana untuk menjadi orang yang berhati ikhlas? Ikhlas itu apa sih
definisi nya? Ahh tak perlu di jawab, setauku ikhlas itu berat dan sang beraaat
sekali.
Pernah kamu berpikir, apapun yang terjadi atau apaupun
yang Tuhan berikan kepada kamu semua ada alasan dan maksudnya? Maksud Tuhan
sehingga kamu bisa lebih bijak dalam setiap langkah yang akan diambil
kedepannya. Ah rasanya menulis seperti ini jauh 1000 kali lipat lebih gampang
dari sikap yang harus diambilnya.
Suatu hari, hari
yang sangat bahagia, pagi pagi kamu sudah bernyanyi riang saat ke warung. Lalu
buat rencana tentang agenda hari itu mau kemana dan bertemu siapa. Saat
menyusun agenda tersebut, tidak pernah terselip pikiran bahwa hari itu adalah
hari dimana terdapat ‘hikmah’ yang dalam disana.
Untuk seseorang
yang baru lulus kuliah, hanya ada satu pertanyaan yang dilontarkan bagi mereka
yitu “udah dapet kerja? Apa mau nikah?” entah sudah berapa puluh orang yang
menanyai aku itu. Dan untuk seseorang fresh graduade yang secara langsung
berubah status menjadi job seeker, rasanya malu masih meminta uang ke orang
tua. Lalu mulailah berpikir, uang segalanya dan bersikap hemat sehematnya
adalah satu satunya pilihan untuk bisa membeli suatu barang yang diinginkan.
Namun, aku kira
hemat bukan hal yang bijak. Makin kamu berpikir untuk hemat, makin kamu merasa
menjaga uang yang kamu miliki yang ga seberapa adalah pilihan yang aku kira
kurang tepat. Hahaha terasa geli saat aku menulis ini.
Semua berawal
dari kekonyolan aku yang belum mengembalikan buku ke perpusatakaan selama 2
tahun. Ketika aku sedang mengurus ijasah, ada salah satu syarat yaitu memiliki
kartu bebas perpustakaan kampus. Namun sialnya, saya kena denda yang harus saya
bayar. Dengan biaya denda per hari adalah 500 rupiah di kali jumlah hari selama
2 tahun dikurang tanggal merah. Bingung kan ngitung nya? Apalgi saya sang tokoh
utama. Setelah mengeluarkan jurus nego ibu-ibu kepada si ibu perpus, akhirnya
biaya denda di pangkas menjadi 200 ribu rupiah. Lumayan hampir 50% dipotong.
Bagi aku yang
tiba tiba ganti status menjadi job seeker, 200ribu bukan uang yang sedikit.
Dimana seperti tulisa aku sebelumnya, ada barang yang aku mau beli. Lalu aku
seperti merasa terpuruk, seperti jatuh kedalam lubang sumur yang gelap. Aku
belum rela mengeluarkan uang 200ribu hanya untuk itu. Aku (belum )ikhlas. Aku
berpikir macam-macam. Satu pikirang yang ada di kepala adalah “apa aku kurang
sodakoh ya?” Padahal hanya 200ribu, tapi perlu waktu semalaman untuk membuatkau
merasa ikhlas dan nyaman. Ah, sikap yang sangat tidak patut di tiru oleh
siapapun, ingat!!
Akhirnya keesokan
paginya aku datang ke perpustakaan, dengan perasaan lebih baik dan aku bayar
denda yang 200ribu rupiah itu. Saat itu aku berpikir, semoga uang nya berkah
dan bermanfaat untuk peprustakaan ke depannya.
Hari itu, terasa
seperti hari hari biasanya. Tanpa curiga sedikitpun akan ada sesuatu di siang
harinya. Dengan riang, hari itu aku betegur sapa dengan siapapun yang aku kenal
di kampus. Rasanya seperti hari hari biasanya. Siangnya, memang aku udah ada
rencana pergi ke jobfair untuk pertama kalinya dengan Nuy. Dia adalah teman
dengan durasi terlama yang aku kenal selama 4 tahun kuliah di Bandung, teman
dari ospek dan satu kelas. Kami sama sama baru pertama kali datang ke jobfair
di salah satu perguruan tinggi di Setiabudi. Saat itu, masih biasa saja. Aku
masuk ke dalam audithorium dan sibuk mencari perusahaan yang aku niat mau apply
disana. Saat itu, kondisi disana tidak terlalu penuh dan juga tidak sepi. Cukup
banyak orang dan mereka semua sama sama job seeker hahaha. Maish bisa
tersenyum, mungkin senyum terkahir di hari itu. Tiba tiba hujan besar, karena
bingung kami memutuskan untuk diam lebih lama di sana. Saat aku cek hp di tas,
hanya sekedar cek mengingat dalam keadaan ramai aku harus selalu waspada
terhadap barang barang berharga. Tiba tiba hape aku yang sebesar hardisk tidak
ada di dalam tas. Aku mulai panik, hape aku yang besar kok di cari cari ga ada
ya? Lalu dengan keadaan mulai panik eh tidak, sangat panik maksudnya. Aku
jongkok dan mengeluarkan semua barang yang ada di tas, namun si hape tetep ga
ada di sana. Tiba tiba muncul rasa lemas tak terhingga, mulai tidak fokus,
keramaian di ruangan itu serasa sunyi sesaat di kupingku. Hape ku beneran
hilang!!!
Aku panik, lebih
dari panik mau nge-MC di depan ribuan orang. Aku minta bantuan Nuy tolong
periksa isi tas ku, karena pikiran ku sudah berkecamuk menjadi satu dengan
perasaan khawatir, kecewa sambil menahan nangis. Hape tetap tidak ada. Kucoba
tanya ke stand stand yang sempat aku hampirin, mereka bilang tidak lihat hape
saya. Lalu aku lapor ke panitia kehilangan hape. Semua berlalu begitu cepat dan
berharap ini semua hanya mimpi. Lemas makin menjadi, karena kondisi perut yang
mulai keroncongan. Untuk pertama kalinya aku kehilangan hape di saat untuk
pertama kalinya aku datang ke Job Fair. Aku coba hubungi dan telpon, namun
nomornya sudah tidak aktif. Pikiran aku melayang ke arah “aku beli hape pake
uang apa?” hape itu belum genap 1 tahun. Hape itu aku beli pake uang sendiri
dengan setengah harganya di subsisi Ayahku sebagai hadiah ulang tahun. Harga
hape itu 2 juta, 10 kali lipat dari biaya denda perpustakaan kemarin.
Pikiran ku
melayang tinggi tanpa bisa kukendalikan. Melayang ke arah kurang sodakoh,
kurang ikhlas mengeluarkan 200ribu, tidak bersyukur sampai apa mungkin gara
gara aku belum berhijab? Pikiranku melayang sejauh apapun yang bisa dia gapai.
Lalu aku mulai merasa marah, marah kenapa ini semua terjadi kepadaku 2 hari
berturut-turut. Marah karena kondisi aku saat ini belum berpenghasilan? Maksud
apa yang ingin Tuhan berikan padaku? Sungguh aku sama sekali tidak tau. Rasanya
langit seperti jatuh tepat di atasku, hujan besar yang turun menandakan alam
semesta ikut berduka atas kehilanganku. Bukan kehilangan hape, tapi kehilangan
rasa syukur yang harusnya aku panjatkan setiap waktu bahkan saat aku mesti
membayar denda yang 200ribu itu.
Sungguh Allah
Maha Kuasa. Allah Maha Adil. Ini seperti balasan yang mestinya aku terima
dengan lapang dada. Apa yang saya miliki di dunia ini, baik materi atau non
materi semua milik Allah SWT. Dan hidup di dunia bukan hanya mengejar dunia
dengan stnadar materi a,b,c,d dan seterusnya. Tapi tentang akhirat yang akan
dijalani setiap umat manusia setelah ini. Tiba tiba jadi religius sekali?
Hari itu, aku
dapat banyak pelajaran dalam memaknai kehidupan. Bersyukur bahkan disaat kamu
tertimpa musibah sekali pun. Rasa enggan bersyukur aku kehilangan 200ribu
karena biaya denda perpustakaan, dibayar sekaligus lansung melalui hilangnya
hape. Tuhan tidak tidur, setiap apapun yang manusia lakukan selalu Tuhan kasih
balasan saat itu juga.
Tangis tiba tiba
pecah ketika aku mulai menyadari itu. Tangis seperti apalagi? Selain tangis
mohon ampun terhadap yang Maha Kuasa. Aku bersyukur, hanya hape yang hilang.
Bukan motor, bukan rumah, bukan keluarga, bukan orang orang yang disayang dan
juga bukan harga diri.
Banyak teman yang
bilang, rejeki sudah ada yang atur. Seyumin aja, jalanin dan lupakan. Terus
jalan ke depan. Lalu aku tiba tiba inget kalimat “bukan seberapa banyak kamu
jatuh, tapi seberapa banyak kamu mampu berdiri setelahnya”. Aku bersyukur masih
ada orang orang yang peduli denganku dan terus memberikan motivasi. Aku seperti
harta untuk kalian dan kalian adalah harta untukku.
Kalo kamu tidak setuju dengan cerita ini, tidak masalah.
Semoga yang membaca cerita ini bisa lebih bijak ketika menghadapi msibah atau
masalah. Jangan lupa, selipkan rasa syukur meski kamu berada di posisi terendah
sekalipun. Memilih takdir? sepertinya tidak bisa. “kalo engga ada up and down
namanya bukan hidup”
Bandung, 25
November 2015
0 komentar:
Posting Komentar
Ditunggu kritik dan sarannya ya agan agan!