MEANING OF LIFE, JOURNEY, TRAVELLING AND HAPPINESS

Senin, 09 Agustus 2021

Self Love adalah Proses Tanpa Akhir



sumber gambar : Fenesia.com


Proses mencintai diri sendiri adalah proses tanpa akhir. Proses yang terus menerus dilewati-dihadapi-dilakukan-disadari selama hidup, bahkan sampai tua. Hidup berdampingin dengan manusia -ya manusia adalah makhluk sosial- di dunia serba kompleks ini memang nggak mudah. Ada banyak manusia yang memiliki keresahan dan masalah -ya tiap orang pasti punya masalahnya masing masing kan ya- sehingga menjadi 'tidak sensi' terhadap situasi orang lain. Media sosial yang 'serba mudah' ini menjadi pemicunya. Jelas, semua orang merasa BERHAK mengeluarkan pendapat, judging, memberikan komentar -yang banyaknya sih tidak solutif-. Bahkan, sampai ada looohh yang lagi kena 'musibah' ditanyain banyak hal yang personal nan sensitif karna rasa ingin tahunya yang tinggi, tanpa sadar pertanyaan demi pertanyaannya itu mengiris hati bagi yang sedang kena musibah. Mungkin informasi yang didapat akan jadi 'bahan' obrolan dengan teman-teman lainnya saat update kehidupan si A lagi gini loh, si B udah itu loh atau si C -yang sebenernya aku juga nggak mau tau-. Tapi kok jadi nggak etis ya rasanya? Atau ada lagi, musibah dijadikan konten demi cuan dan cuan hihi :p 

Ngomong-ngomong soal media sosial, alhamdulillah aku sudah quit dan keluar dari addict bermain medsos. Aku sudah unfollow siapa-pun orang yang aku kenal, dan follow akun/orang yang memberikan dampak positif untuk mental aku. Rasanya overknowing membuatku jadi pribadi yang terus berlari tanpa istirahat, membandingkan diri dengan orang lain, menjadikanku orang yang jauh dari kata cukup dan jarang untuk bersyukur.

Lalu aku pun private akun instagram ku, dan sangat sangat membatasi untuk sharing perihal update hidup ku sendiri. Mengurangi oversharing asik juga, aku lebih merasa intimate sama diri sendiri saat sedang berbahagia atau berduka sekali pun. Menyelami diri lebih dalam, mengenal diri lebih serius akan respon terhadap ini atau itu. Cukup menyenangkan :-)

Beberapa teman mungkin kaget dengan pilihan aku seperti ini. Ada juga teman yang bilang katanya aku lebay, tidak jadi orang positif dalam melihat media sosial/kebahagiaan orang lain. Sejenak aku tertegun dengan omongan mereka dan berhari-hari evaluasi diri sambil bertanya "emang salah ya kita nggak jadi orang positif ketika sedang down? aku kok kayaknya jadi orang yang negatif ya sekarang? apa aku ini toxic?" dan segala pertanyaan yang intinya terus menyalahi dan tidak mengapresiasi diri sendiri.

Lalu akhirnya aku ambil keputusan untuk BODO AMAT orang mau bilang apa. Segala proses yang Allah SWT kasih dalam bentuk ujian -yang sebenernya Allah pengen kita deket terus dengan-Nya- ya aku sendiri yang merasakannya. Kenapa orang lain berhak judging, komen, atau bahkan mengatur segala keputusan yang aku ambil? Toh disaat kita sedang berada dibawah atau musibah, menjadi orang positif bukan kewajiban. Emang pas lagi berduka nggak boleh gitu untuk nangis atau sekedar ambil jeda dari hiruk-pikuk lingkungan sosial? Kenapa kita dituntut -atau bahkan dipaksa- untuk terus jadi orang positif kapanpun dengan situasi apapun? It's okay to be not okay, karna semua ada masanya. Kecuali aku motivator golden ways ya yang bisa bersikap positif setiap saat :p

Ignore rasa kecewa/sedih yang sedang dirasakan sampai akting terlihat 'bahagia' didepan orang lain, ya cukup melelahkan. Itu artinya kamu membohongi diri sendiri untuk terlihat hebat depan orang lain -lagi lagi validasi dari orang lain-. Beda halnya dengan orang yang memilih 'tidak pamer' saat sedang terkena musibah untuk 'sejenak ambil jeda' tanpa intrupsi dari orang lain.

I better lose friend, dibandingkan lose my self. Segala perjuangan, pengorbanan yang sudah aku lakukan untuk 'bangkit' akan terus aku apresiasi. Aku bangga sama diri sendiri sudah berjalan dan bertahan sejauh ini. Aku berterimakasih sama diri sendiri untuk selalu jujur apa yang sedang dirasakan. Ketika sedih ya sedih, ketika marah ya marah, ketika mau nangis ya nangis. Kelak, siapapun yang berbicara 'sok tau' tentang hidupku, jelas aku tidak akan peduli (lagi). Aku tidak perlu validasi dari siapapun, aku berjalan maju secara perlahan untuk kehidupan ku kelak. Aku tau kapan harus istirahat dan mengencangkan sabuk untuk berlari kencang. Fokus membahagiakan dan selalu memprioritaskan diri sendiri. Ya, daripada terus bersama 'orang lain' tapi malah bikin diri ini makin ciut, makin negatif, makin less bersyukur, makin blame my self, makin ngerasa kurang segalanya. I wanna choose be friend with my self daripada berteman dengan orang yang negatif vibes.

Eh ngomong-ngomong tentang teman, akhir akhir ini aku sedang merasa circle pertemanan kok makin kecil ya? Kok kayaknya susah ya nemu temen yang satu pemikiran? Terus aku baca salah satu artikel di tirto yang bahas "Makin Tua Teman Makin Sedikit? Kamu Tak Sendirian".

Di umur yang bertambah, 

orang akan cenderung lebih oportunis dalam memilih teman


Baca lebih lengkap disini ya https://tirto.id/dmZD :)

Selain itu aku juga menemukan artikel di kumparan yang bahas tentang "Circle Pertemanan Semakin Kecil Tanda Kamu Berada di Fase Kedewasaan" kamu bisa baca lebih lengkap disini :)

Aku merasa 2 artikel itu relate banget sama aku apalagi yang katanya wanita -berdasarkan penelitian- akan mencari teman seperti mencari pasangan hidup, cari yang tingkat kebermanfaat-annya lebih tinggi. Makin sedikit lingkaran pertemanan bukan berarti jadi tidak memiliki teman sama sekali. Malah makin sedikit teman, ya makin lebih intens dan ber-meaning dalam setiap obrolan. Deep talk, listen, no judging ya itulah definisi pertemanan sesungguhnya.

Proses mencintai diri sendiri rasanya tak akan lekang oleh waktu. Rasanya membagi waktu dengan diri sendiri atau orang terdekat -baca suami- jadi sesuatu momen yang dinikmati dibandingkan mesti upload instagram story atau whatsapp status. Lebih memiliki more quality dan tentunya makin sayang sama diri sendiri. Kalo udah sayang, ya ngerasa dikasih kekuatan aja untuk menjalani hari atau nggak peduli sama omongan para toxic people. Terus gak perlu juga untuk mengemis kebahagiaan dari orang lain. Tidak perlu juga pencapaian besar untuk merasa bahagia, kebahagiaan-kebahagiaan kecil setiap hari seperti dengerin lagu BTS dan Blackpink sudah cukup buatku semangat di pagi hari. Atau sarapan sehat dengan segelas susu aku jadikan bentuk self love terhadap badan sendiri. Rasanya, proses mencintai diri sendiri akan terus aku rawat sampai tua. Berteman dengan diri sendiri juga akan terus aku jaga. Bukankah saat nanti kita sakharatul maut, hanya aku dan diri sendiri yang menghadapinya, bukan?

Semoga bermanfaat!


Bogor, 9 Agustus 2021

0 komentar:

Posting Komentar

Ditunggu kritik dan sarannya ya agan agan!

Total Tayangan Halaman

NungaNungseu. Diberdayakan oleh Blogger.