MEANING OF LIFE, JOURNEY, TRAVELLING AND HAPPINESS

Rabu, 25 November 2015

Memilih Takdir?

“kalo engga ada up and down namanya bukan hidup”

Pernah kamu berpikir hidupmu baik baik saja? Atau pernah kamu berpikir untuk bisa menawar takdir kepada Tuhan? Aku kira, sehebat apapun orang itu tetap tidak bisa menawar takdir yang akan terjadi pada dirinya sendiri.

Aku sedang belajar bagaimana untuk menjadi orang yang berhati ikhlas? Ikhlas itu apa sih definisi nya? Ahh tak perlu di jawab, setauku ikhlas itu berat dan sang beraaat sekali.
Pernah kamu  berpikir, apapun yang terjadi atau apaupun yang Tuhan berikan kepada kamu semua ada alasan dan maksudnya? Maksud Tuhan sehingga kamu bisa lebih bijak dalam setiap langkah yang akan diambil kedepannya. Ah rasanya menulis seperti ini jauh 1000 kali lipat lebih gampang dari sikap yang harus diambilnya.

Suatu hari, hari yang sangat bahagia, pagi pagi kamu sudah bernyanyi riang saat ke warung. Lalu buat rencana tentang agenda hari itu mau kemana dan bertemu siapa. Saat menyusun agenda tersebut, tidak pernah terselip pikiran bahwa hari itu adalah hari dimana terdapat ‘hikmah’ yang dalam disana.
Untuk seseorang yang baru lulus kuliah, hanya ada satu pertanyaan yang dilontarkan bagi mereka yitu “udah dapet kerja? Apa mau nikah?” entah sudah berapa puluh orang yang menanyai aku itu. Dan untuk seseorang fresh graduade yang secara langsung berubah status menjadi job seeker, rasanya malu masih meminta uang ke orang tua. Lalu mulailah berpikir, uang segalanya dan bersikap hemat sehematnya adalah satu satunya pilihan untuk bisa membeli suatu barang yang diinginkan.
Namun, aku kira hemat bukan hal yang bijak. Makin kamu berpikir untuk hemat, makin kamu merasa menjaga uang yang kamu miliki yang ga seberapa adalah pilihan yang aku kira kurang tepat. Hahaha terasa geli saat aku menulis ini.

Semua berawal dari kekonyolan aku yang belum mengembalikan buku ke perpusatakaan selama 2 tahun. Ketika aku sedang mengurus ijasah, ada salah satu syarat yaitu memiliki kartu bebas perpustakaan kampus. Namun sialnya, saya kena denda yang harus saya bayar. Dengan biaya denda per hari adalah 500 rupiah di kali jumlah hari selama 2 tahun dikurang tanggal merah. Bingung kan ngitung nya? Apalgi saya sang tokoh utama. Setelah mengeluarkan jurus nego ibu-ibu kepada si ibu perpus, akhirnya biaya denda di pangkas menjadi 200 ribu rupiah. Lumayan hampir 50% dipotong.
Bagi aku yang tiba tiba ganti status menjadi job seeker, 200ribu bukan uang yang sedikit. Dimana seperti tulisa aku sebelumnya, ada barang yang aku mau beli. Lalu aku seperti merasa terpuruk, seperti jatuh kedalam lubang sumur yang gelap. Aku belum rela mengeluarkan uang 200ribu hanya untuk itu. Aku (belum )ikhlas. Aku berpikir macam-macam. Satu pikirang yang ada di kepala adalah “apa aku kurang sodakoh ya?” Padahal hanya 200ribu, tapi perlu waktu semalaman untuk membuatkau merasa ikhlas dan nyaman. Ah, sikap yang sangat tidak patut di tiru oleh siapapun, ingat!!

Akhirnya keesokan paginya aku datang ke perpustakaan, dengan perasaan lebih baik dan aku bayar denda yang 200ribu rupiah itu. Saat itu aku berpikir, semoga uang nya berkah dan bermanfaat untuk peprustakaan ke depannya.

Hari itu, terasa seperti hari hari biasanya. Tanpa curiga sedikitpun akan ada sesuatu di siang harinya. Dengan riang, hari itu aku betegur sapa dengan siapapun yang aku kenal di kampus. Rasanya seperti hari hari biasanya. Siangnya, memang aku udah ada rencana pergi ke jobfair untuk pertama kalinya dengan Nuy. Dia adalah teman dengan durasi terlama yang aku kenal selama 4 tahun kuliah di Bandung, teman dari ospek dan satu kelas. Kami sama sama baru pertama kali datang ke jobfair di salah satu perguruan tinggi di Setiabudi. Saat itu, masih biasa saja. Aku masuk ke dalam audithorium dan sibuk mencari perusahaan yang aku niat mau apply disana. Saat itu, kondisi disana tidak terlalu penuh dan juga tidak sepi. Cukup banyak orang dan mereka semua sama sama job seeker hahaha. Maish bisa tersenyum, mungkin senyum terkahir di hari itu. Tiba tiba hujan besar, karena bingung kami memutuskan untuk diam lebih lama di sana. Saat aku cek hp di tas, hanya sekedar cek mengingat dalam keadaan ramai aku harus selalu waspada terhadap barang barang berharga. Tiba tiba hape aku yang sebesar hardisk tidak ada di dalam tas. Aku mulai panik, hape aku yang besar kok di cari cari ga ada ya? Lalu dengan keadaan mulai panik eh tidak, sangat panik maksudnya. Aku jongkok dan mengeluarkan semua barang yang ada di tas, namun si hape tetep ga ada di sana. Tiba tiba muncul rasa lemas tak terhingga, mulai tidak fokus, keramaian di ruangan itu serasa sunyi sesaat di kupingku. Hape ku beneran hilang!!!

Aku panik, lebih dari panik mau nge-MC di depan ribuan orang. Aku minta bantuan Nuy tolong periksa isi tas ku, karena pikiran ku sudah berkecamuk menjadi satu dengan perasaan khawatir, kecewa sambil menahan nangis. Hape tetap tidak ada. Kucoba tanya ke stand stand yang sempat aku hampirin, mereka bilang tidak lihat hape saya. Lalu aku lapor ke panitia kehilangan hape. Semua berlalu begitu cepat dan berharap ini semua hanya mimpi. Lemas makin menjadi, karena kondisi perut yang mulai keroncongan. Untuk pertama kalinya aku kehilangan hape di saat untuk pertama kalinya aku datang ke Job Fair. Aku coba hubungi dan telpon, namun nomornya sudah tidak aktif. Pikiran aku melayang ke arah “aku beli hape pake uang apa?” hape itu belum genap 1 tahun. Hape itu aku beli pake uang sendiri dengan setengah harganya di subsisi Ayahku sebagai hadiah ulang tahun. Harga hape itu 2 juta, 10 kali lipat dari biaya denda perpustakaan kemarin.

Pikiran ku melayang tinggi tanpa bisa kukendalikan. Melayang ke arah kurang sodakoh, kurang ikhlas mengeluarkan 200ribu, tidak bersyukur sampai apa mungkin gara gara aku belum berhijab? Pikiranku melayang sejauh apapun yang bisa dia gapai. Lalu aku mulai merasa marah, marah kenapa ini semua terjadi kepadaku 2 hari berturut-turut. Marah karena kondisi aku saat ini belum berpenghasilan? Maksud apa yang ingin Tuhan berikan padaku? Sungguh aku sama sekali tidak tau. Rasanya langit seperti jatuh tepat di atasku, hujan besar yang turun menandakan alam semesta ikut berduka atas kehilanganku. Bukan kehilangan hape, tapi kehilangan rasa syukur yang harusnya aku panjatkan setiap waktu bahkan saat aku mesti membayar denda yang 200ribu itu.

Sungguh Allah Maha Kuasa. Allah Maha Adil. Ini seperti balasan yang mestinya aku terima dengan lapang dada. Apa yang saya miliki di dunia ini, baik materi atau non materi semua milik Allah SWT. Dan hidup di dunia bukan hanya mengejar dunia dengan stnadar materi a,b,c,d dan seterusnya. Tapi tentang akhirat yang akan dijalani setiap umat manusia setelah ini. Tiba tiba jadi religius sekali?
Hari itu, aku dapat banyak pelajaran dalam memaknai kehidupan. Bersyukur bahkan disaat kamu tertimpa musibah sekali pun. Rasa enggan bersyukur aku kehilangan 200ribu karena biaya denda perpustakaan, dibayar sekaligus lansung melalui hilangnya hape. Tuhan tidak tidur, setiap apapun yang manusia lakukan selalu Tuhan kasih balasan saat itu juga.

Tangis tiba tiba pecah ketika aku mulai menyadari itu. Tangis seperti apalagi? Selain tangis mohon ampun terhadap yang Maha Kuasa. Aku bersyukur, hanya hape yang hilang. Bukan motor, bukan rumah, bukan keluarga, bukan orang orang yang disayang dan juga bukan harga diri.

Banyak teman yang bilang, rejeki sudah ada yang atur. Seyumin aja, jalanin dan lupakan. Terus jalan ke depan. Lalu aku tiba tiba inget kalimat “bukan seberapa banyak kamu jatuh, tapi seberapa banyak kamu mampu berdiri setelahnya”. Aku bersyukur masih ada orang orang yang peduli denganku dan terus memberikan motivasi. Aku seperti harta untuk kalian dan kalian adalah harta untukku.

Kalo kamu tidak setuju dengan cerita ini, tidak masalah. Semoga yang membaca cerita ini bisa lebih bijak ketika menghadapi msibah atau masalah. Jangan lupa, selipkan rasa syukur meski kamu berada di posisi terendah sekalipun. Memilih takdir? sepertinya tidak bisa. “kalo engga ada up and down namanya bukan hidup”


Bandung, 25 November 2015

0 komentar:

Posting Komentar

Ditunggu kritik dan sarannya ya agan agan!

Total Tayangan Halaman

NungaNungseu. Diberdayakan oleh Blogger.